Sabtu, 16 Juli 2016

09.49 - 1 comment

Kita Emang Udah Beda!

       Beberapa orang memiliki kisah masing-masing. Ada hal-hal yang tidak bisa dilupakan dari masa kecil, remaja, dewasa hingga sekarang. Entah bersama orang yang terkasih, keluarga atau sahabat tercinta. Begitu banyak hal yang tak terlupa sampai-sampai sulit memulai ceritanya.20 puluh tahun laluaku terlahir dan memulai semua kisah itu. Bertemu seseorang yang berbeda setiap waktu dan terkadang jenuh karena bersama seseorang yang sama dalam satu waktu. sampai akhirnya semua itu terkenang kembali dan ada saat aku bilang bahwa "Kita Emang Udah Beda!". Bukan suatu kisah yang ingin aku urai di sini, tetapi aku ingin mengurai sebuah rasa yang mungkin juga dirasakan oleh kalian (pembaca), bahwa sebuah kisah itu memiliki akhir. tergantung kita akan membuat kisah itu berakhir bahagia atau berduka. tapi ingat ditengah-tengah itu ada garis yang tak terlihat, yaitu garis tangan Tuhan yang menuliskan takdir. Bahwa semua yang terjadi tidak terlepas dari campur tangan Tuhan. Selamat membaca dengan hati :)

       Kita emang udah beda. Orang-orang bilang kita itu beda. kita bukan anak kecil lagi yang suka main petak umpet sampai-sampai aku jatuh kepleset saat aku lari dan kamu cuma ngetawain aku yang kesakitan saat itu. Aku inget kalau dulu, aku nangis gara-gara kamu tinggal sendirian di kebun pas kita sedang petak-umpet. Kita bukan anak kecil lagi yang dulu ngomongnya "Aku punya kucing lucu aku kasih nama dia si Manis" dan kamu ketawain aku, kamu bilang "Asal jangan si Manis jembatan Ancol yaa!" hahaha", dan aku harus marahan sama kamu 3 hari gara-gara kamu mengejek nama kucingku. Aku rasa itu adalah hal yang menyebalkan, dari seorang yang kukenal dulu dan kini semuanya udah beda.
        Bahkan saat kita beranjak puber, kita bukan lagi  anak SMP yang pakai dress-coat putih-biru dan suka nge-bully kalau ada seseorang yan deket dengan salah satu orang diantara kita. Aku inget banget dulu kamu suka bilang, "Ciyeee..ciyeee.." dan kamu ajak semua temen kamu buat nge-bully aku sampai -sampai aku malu dan lari. padahal aku tahu kamu saat itu sedang khawatir dengan keadaanku. Ah aku terlalu berlebihan, bahkan saat kamu tidak masuk sekolah sehari tanpa kabar dan aku memandangi bangkumu yang kosong aku merasa bahwa kelas itu terasa sepi. Banyak yang bilang aku dan kamu itu kaya tikus dan kucing yang gak pernah akur. Belum lagi kalau bu guru menyuruh mengumpulkan PR yang seminggu lalu diberikan dan kamu jadi "sok-baik" agar aku mau kasih contekan ke  kamu. Hal yang membuatku sebal tetapi itu juga yang membuaatku rindu. Apaplagi kalau salah satu diantara kita gak masuk atau sakit pasti ada yang hilang rasanya. Mungkin itu perasaanku aja, tapi aku rasa perasaanku 80% benar. dan aku hanya bisa tertawa mengingat semua itu.
      Sampai akhirnya kita beranjak remaja di seragam putih abu-abu. Kita semakin sibuk. Tugas sekolah berjatuhan seperti air terjun yang airnyya tak pernah berhenti. Kamu sibuk dengan jurusanmu dan aku juga sibuk dengan jurusanku, kita mempersiapkan diri untuk masa depan kita masing-masing, mencapai cita-cita yang kita impikan sejak kecil. Aku tau kamu ahli di fisika dan aku membenci fisika karena sulit dimengerti sama seperti pemikiran kamu yang gak bisa aku mengerti sampai saat ini. Sayangnya kamu tetap gak bisa mengalahkan keahlianku di bidang bahasa. Tapi aku tetap bangga dengan segudang prestasi yang kamu dapatkan. Berbeda denganku dan sejuta hobbi yang tak jelas ini. Menulis adalah jiwaku dan kamu berlogika dengan fisika mu. Kita emang udah beda! Sampai pada akhirnya aku sering melihat mu dengan pacar barumu dan aku dengan posisiku yang lama. Ah aku lupa dan tak menyadari bahwa posisi kita udah bedda, bahwa kita telah beranjak remaja. Dan kita pun terpisah lama.
      Sekian tahun lamanya kita tak bertemu dan bertatap muka. dan aku mulai terbiasa tanpa kehadiranmu. Aku sebut ini dengan kabar kehilanganmu. Kini aku kuliah di universitas pilihanku, dan aku tak tahu kabarmu. Setahun yang lalu aku mendengar dari teman ku bahwa kamu juga kuliah di salah satu universitas ternama. Saat itu aku langsung paham bahwa kamu akan melanjutkan langkahmu menuju impianmu. Tapi sekarang aku tak pernah tahu keberadaanmu. Bahkan aku sudah lupa kapan terakhir kali kita ketemu. Semua itu jadi terasa lucu. 2 tahun kemudian setelah itu kita tak sengaja bertemu di salah satu toko buku. Kamu tau dari dulu aku suka buku cerita, dan saat ke toko buku kamu selalu ambil buku fisika kadang-kadang matematika yang aku gak ngerti bagaimana pikiranmu berlogika. Aku melewati rak buku hitung-hitungan itu tapi aku tak menjumpaimu. Saat aku berada di rak buku "novel" aku melihat sosok yang aku kenal dan itu kamu. Aku bertanya padamu, "Sejak kapan suka baca novel?" dan kamu terhentak kaget melihat kehadiranku, mencoba menutupi buku yang saat itu kamu pegang. "Eh, kamu... apa kabar? ehmmm.." kamu mengalihkan pembicaraan kita dan waktu berjalan terlalu cepat untuk satu hari petemuan itu. Aku jadi tahu kamu diam-diam merindukanku. Seperti yang aku bilang, perasaanku itu sering benar bahkan sampai 80%.
          Tetapi kini semua itu udah gak ada. kita udah jalan masing-masing. Aku A kamu B. Kita selal beda pendapat. Kita sering bertengkar karena hal sepele. Bahkan setelah pertemuan perdana itu setelah bertahun-tahun tak bertemu kamu tetap sama, tetap menyebalkan. Hingga aku sadari bahwa aku harus menghapus semua perasaan yang telah lama aku bangun itu. Hanya diam dan bisa memandangi foto masa kecil kita. Kita udah dewasa dan jaln kita pun berbeda. Andai waktu dapat ku ulang pun, aku tak ingin menghilangkan perasaan yang pernah ada. Karena di sana ada garis yang tak terlihat, yaitu tangan Tuhan yang menuliskan takdir. Perbedaan bukan suatu hal yang buruk, karena jika itu terjadi lagi aku akan tertawa dan akan bilang, "perbedaan membawa kita menuju hal yang tak terduga, karena Tuhan menciptakan pebedaan untuk pendewasaan. Jika semua di dunia ini sama maka tidak akan ada yang namanya warna-waarni kehidupan. Ini lah hidup yang telah aku dan kamu pilih. Semua akan baik-baik saja meski pun kita beda." Dan aku tersenyum melihat kita yang memang beda dan tak pernah menyatu.

          Jangan pernah memikirkan apakah kisah ini fakta atau fiksi. Yang jelas hidup itu ada Hitam ada Putih terkadang kamu harus memilih salah satu meski pun itu menyakitimu. Bukan memilih tengah-tengah dan akhirnya berwarna abu-abu.  Abu-abu hanya akan membawamu dalam keragu-raguan. Ingatlah diantara Htam dan Putih ada garis tangan Tuhan bukan keragu-raguan.


Terimakasih telah berkunjung :)
Jangan lupa LIKE di faceboook @Tika Lutfia Ningsih  :)